Home

Jumat, 25 September 2009

Saya Number 2


Saya adalah anak di posisi nomer 2. Posisi yang sungguh meragukan. Posisi yang tanggung, tidak teratas maupun terbawah, di tengah-tengah saja. Orangtuaku melahirkan 3 anak, semua laki-laki, saya berada di posisi tengah. Posisi yang menurut saya cukup sulit karena posisi ini adalah posisi yang membuat saya linglung. Saya menjadi heran karena saya diperlakukan seakan-akan diperhatikan namun dicuekin. Posisi pertama adalah posisi yang memang harus diperhatikan karena mereka adalah pemimpin bawahannya sedangkan posisi terakhir adalah posisi yang harus dijaga dan diperhatikan juga karena mereka adalah orang-orang yang paling buncit di dalam keluarga, mereka terkesan lemah dan tidak dapat berbuat apa-apa, padahal belum tentu.

Mengapa posisi yang kedua ini merupakan posisi yang yang cukup berat seperti anak yang diperhatikan tetapi juga yang dicuekin, mungkin mereka berpikir bahwa anak pertama yang harus benar-benar diperhatikan secara berlebihan dan anak terakhir merupakan anak terakhir dalam hidup mereka yang wajib dibelai-belai. Bagaimana dengan nasib anak-anak yang berada di posisi kedua ? Mereka adalah anak-anak yang hanya diperhatikan secara sepintas dan kemudian diabaikan begitu saja, karena masih ada anak pertama dan anak terakhir yang lebih penting bagi mereka. Mereka cenderung luput memperhatikan anak keduanya karena seyogianya orang yang berada di tengah atau orang yang berjalan di jalan yang tengah ibaratnya seperti orang yang stabil, tidak berlebihan dan tidak mudah jatuh dan mampu berdiri sendiri karena mereka tidak ingin kalah dengan orang yang diatasnya dan harus tampil kuat terhadap orang dibawahnya. Mereka harus memperlihatkan sesosok orang yang kuat maupun lemah. Lemah karena masih ada orang di atasnya dan kuat karena masih ada orang di bawahnya. Itulah sulitnya menjadi orang tengah.

Sedangkan dalam kehidupanku, saya berusaha sekuat tenaga untuk tampil sebagai seorang manusia yang biasa-biasa saja, tidak istimewa. Menurut saya, tindakan ini yang sulit dilakukan oleh orang-orang. Saya ingin menjadi kuat, namun saya tidak ditanggapi oleh keluarga, karena masih ada abang yang lebih berkuasa daripada saya, saya ingin melebihi dia tetapi itu tidaklah mungkin, saya ingin mendominasi dalam keluarga agar saya dianggap yang paling berjasa, namun itu tidak bisa saya kembangkan, karena keterbatasan saya sebagai anak nomer dua, sedangkan saya mencoba untuk memilih menjadi manusia yang lemah dan tidak berdaya, namun itu juga sulit, karena saya mempunyai seorang adik kecil, saya harus tampil seakan-akan sayalah yang dapat membantu dia, bukanlah dia yang membantu saya sehingga mau tidak mau membuat saya hanya cukup diam dan berdiri tegak tampa berbuat apa-apa. Saya terombang ambing di dalam status keluarga. Itulah yang dinamakan oleh dilemanya anak kedua.

Lambat laun, setelah saya mengetahui bahwa saya tidak dapat berbuat apa-apa di dalam keluarga, saya berpaling atau beralih ke dunia luar, saya terpaksa harus mencari teman-teman di luar rumah, karena di luar sana, saya tidak menjadi siapa-siapa, saya tidak menjadi orang yang terkuat maupun orang yang terlemah, tidak ada seseorang yang butuh saya lindungi atau melindungi saya, saya cukup berjalan sesuka hati tanpa tekanan dari orang-orang seperti saya harus begini dan begitu. Bermacam-macam kebebasan telah kucari. Itulah sebabnya anak tengah banyak mempunyai teman di luar.

Ada satu hal lagi, anak nomer dua biasanya lebih dekat dengan ibu, mengapa demikian ? Di kala, ibu membutuhkan pendamping untuk bersosialisasi di masyarakat, ibu lebih memilih anak kedua untuk dijadikan pengikut, itu disebabkan bukan tidak ada anak lain lagi yang bisa dibawa, itu dikarenakan anak pertama terlalu besar untuk di bawa kemana-mana dan anak terakhir terlalu kecil untuk diajak bergabung. Ibu lebih memilih anak tengah sebagai pendamping ibu yang bisa diandalkan dalam segala macam urusan, namun belum tentu ibu mencurahkan seluruh perhatiannya hanya kepada anak kedua, tetap saja anak pertama yang lebih diperhatikan olehnya dan anak terakhir yang lebih dibela olehnya. Anak tengah hanya diibaratkan olehnya sebagai anak suka-suka, boleh dikerjain apapun olehnya, toh anak tengah kurang mempunyai jati diri di dalam keluarga.


Demikianlah kehidupan saya di dalam keluarga saya, saya anak nomer dua, belum tentu saya tidak berhak mendapatkan kebahagiaan, belum tentu saya kehilangan kebahagiaan dan belum tentu saya tidak dapat menikmati kebahagiaan. Setiap orang mencari kebahagiaan, kebahagiaan tidak datang dengan sendirinya. Kehadiran saya di keluarga ini membawa suatu warna yang berbeda, karena setiap pribadi memiliki keunikan tersendiri dan kehadirannya selalu dapat dinikmati, setiap manusia pasti memiliki kurang lebih satu atau dua keahlian yang dapat disumbangankan kepada semua orang.

Beginilah keadaan saya terlahir sebagai anak kedua, anak yang mencari jati diri di luar, anak yang mempunyai banyak teman di luar rumah dan anak yang lebih akrab dengan ibu di rumah dibandingkan dengan yang lainnya.


Belum tentu seseorang dapat dilahirkan dengan wajah rupawan, tetapi dia tentu dapat menjalani kehidupan yang indah

Tidak ada komentar: